Rabu, 09 April 2014

MUNCULNYA BAHASA MANUSIA




Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahsa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa (language learning).Pembelajran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama , sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.Namun, juga banyak yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua.[1]

A.    Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Dalam literatur kebahasaan sering kita jumpai batasan atau penjelasan yang menetapkan bahwa Bahasa adalah system komunikasi. Sebagai misal, Bloch and Trager mengatakan bahwa “A language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates” ( Bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi). (Bloch and Trager :1942 :5 ).[2]
Sejalan dengan hal di atas, Joseph Bram mengatakan bahwa “ A language is a structured system of arbitrary vocal simbols by means of which members of a social group interact” (Bram : 1955 :2) yang berarti “bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari symbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok social sebagai alat bergaul satu sama lain”,[3]
Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek, yaitu aspek linguistik dan aspek nonlinguistik atau paralingusitik. Kedua aspek ini “bekerja sama” dalam membangun komunikasi bahasa itu. Aspek linguistik mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di  dalamnya terdapat makna, gagasan, ide, atau konsep). Sedangkan aspek paralingusitik mencakup : (1) kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang, (2) unsur supra segmental, yaitu tekanan, nada, dan intonasi, (3) jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala, dan sebagainya, dan (4) rabaan, yaitu yang berkenaan dengan indera perasa.[4]
Ada dua macam komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah.Dalam komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai pengirim dan si penerima tetap sebagai penerima.Misalnya, komunikasi yang bersifat pemberitahuan, khotbah dan sebagainya. Dalam komunikasi dua arah, secara bergantian si pengirim bias menjadi penerima, dan penerima bias jadi pengirim. Misalnya, komunikasi yang dilakukan dalam diskusi, rapat dan sebagainya.[5]
B.     Teori Tentang Munculnya Bahasa
Kalau bahasa itu ada, tentu ada asal-usul keberadaannya.Banyak teori dan pendapat yang berbeda mengenai asal-usul bahasa ini. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
F.B Condillac seorang filsuf bangsa Prancis berpendapat bahwa bahasa bearsal dari teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri yang dibangkitkan oleh perasaan atau emosi yang kuat.Kemudian teriakan-teriakan ini berubah menjadi bunyi-bunyi yang bermakna, dan yang lama kelamaan semakin panjang dan rumit.Sebelum adanya teori ini, orang (terutama ahli agama) percaya bahwa bahasa itu berasal dari Tuhan.Tuhan telah melengkapi kehadiran pasanagn manusia pertama (Adam dan Hawa) dengan kepandaian untuk berbahasa.
Namun teori Condillac dan kepercayaan kaum agama ini ditolak oleh Von Herder, seorang ahli filsafat bangsa Jerman, yang mengatakan bahwa bahasa itu tidak mungkin dating dari Tuhan karena bahasa itu sedemikian buruknya dan tidak sesuai dengan logika karena Tuhan maha sempurna. Menurut Von Herder bahasa itu terjadi dari proses onomatope, yaitu peniruan bunyi alam. Bunyi-bunyi alam yang ditiru ini merupakan benih yang tumbuh menjadi bahasa sebagai akibat dari dorongan hati yang sangat kuat untuk berkomunikasi.
Von Schlegel, seorang ahli filsafat bangsa Jerman, berpendapat bahwa bahasa-bahasa yang ada di dunia ini tidak mungkin bersumber dari satu bahasa. Asal usul bahasa itu sangat berlainan tergantung pada factor-faktor yang mengatur tumbuhnya bahas itu.Ada bahasa yang lahir dari onomatope, ada yang lahir dari kesadaran manusia, dan sebagainya.Namun, dari mana pun asalnya menurut Von Schlegel akal manusialah yang membuatnya sempurna.
Hal lain juga diutarakan oleh Lieberman, bahasa lahir secara evolusi sebagai yang dirumuskan oleh Darwin (1859) dengan teori evolusinya. Semua hokum evolusi Darwin, menurut Lieberman, telah berlaku dan dilalui juga oleh evolusi bahasa.[6]
Allamahul bayan…Allah yang mengajarkan manusia berbicara (arrahman :4)

C.     Hipotesis Tentang Pemerolehan Bahasa
1.      Hipotesis Nurani
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak (Lenneberg, 1967, Chomsky 1970). Diantara hasil pengamatan itu adalah sebagai berikut :
a)      Semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya asal saja “diperkenalkan” pada bahasa ibunya itu. Maksudnya, dia tidak diasingkan dari kehidupan ibunya (keluarganya).
b)      Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan kanka-kanak. Artinya, baik anak yang cerdas mupun yang tidak cerdas akan memperoleh bahasa itu
c)      Kalimat-kalimat yang di dengar kanak-kanak seringkali tidak gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit.
d)     Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain ; hanya manusia yang dapat berbahasa.
e)      Proses pemerolehan bahasa oleh kanak-kanak di mana pun sesuai dengan jadwal yang erat kaitannya dengan proses pematangn jiwa kanak-kanak.
f)       Struktur bahasa sangat rumit, kompleks, dan bersifat universal. Namun, dapat dikuasai kanak-kanak dalam waktu yang relative singkat, yaitu dalam waktu antara tiga atau empat tahun saja.[7]
Berdasarkan pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat.Lalu, karena sukar dibuktikan secara empiris, maka pandangan ini megajukan satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani.

2.      Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti ‘kertas kosong’, dalam arti belum ditulisi apa-apa. Lalu, hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman. Hipotesis ini pada mulanya dikemukakan oleh John Locke seorang tokoh empirisme yang sangat terkenal ; kemudian dianut dan disebarluaskan oleh John Watson seorang tokoh terkemuka aliran behaviorisme dalam psikologi.[8]
Dalam hal ini, menurut hipotesis tabularasa, semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu. Sejalan dengan hipotesis ini, behaviorisme menganggap bahwa pengetahuan linguistik terdiri hanya dari rangkaian hubungan-hubungan yang dibentuk dengan cara pembelajaran S-R ( Stimulus- Respons). Cara pembelajaran S-R yang terkemuka adalah pelaziman klasik, pelaziman operan, dan mediasi atau penengah yang telah dimodifikasi menjadi teori-teori pembelajaran bahasa.[9]
3.      Hipotesis Kesemestaan Alam
Dalam kognitifisme hipotesis kesemestaan kognitifyang diperkenalkan oleh Piaget telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan proses-proses pemerolehan bahasa kanak-kanak.Piaget sendiri sebenarnya tidak pernah secara khusus mengeluarkan satu teori mengenai pemerolahan.bahasa karena beliau menganggap bahasa merupakan satu bagian dari perkembangan kognitif (intelek) secara umum.Piaget hanya mengkaji perkembangan kognitif umum ini; dan dalam pengkajian ini beliau telah mengeluarkan sebuah hipotesis mengenai kesemestaan kognitif, termasuk bahasa.Namun, para pengikut Piaget di Jenewa telah meluaskan pandangan Piaget ini sehingga satu teori pemerolehan bahasa dalam kognitifisme telah dirumuskan (Sinclair-de Zwart, 1963).
D.    Aspek Neurologi Bahasa
1.      Fungsi Kebahasaan Otak
Otak terdiri dari dua hemisfer, kiri dan kanan yang mempunyai peranan yang berbeda.Fungsi bicara-bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri bagi orang yang tidak kidal ( cekat tangan kanan- right handed).Hemisfer kiri ini disebut juga hemisfer dominan bagi bahasa.Dan konteksnya dinamakan konteks bahasa.Homifer dominan atau superior secara morfologis memang agak berbeda dengan hemisfer yang tidak dominan atau inferior.Hemisfer kiri yang terutama mempunyai arti penting bagi bicara-bahasa, juga berperan untuk fungsi memori yang bersifat verbal (verbal memory).Sebaliknya, hemisfer kanan penting untuk fungsi emosi, lagu, isyarat, baik yang emosional maupun verbal.
Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa, namun tanpa aktifitas hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi monoton.[10]

2.      Teori Lateralisasi
Banyak pakar psikologi yang meragukan teori lateralisasi, bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada pada hemisfer kiri. Mereka berpendapat bahwa seluruh otak bertanggung jawab dan terlibat dalam proses pemahaman dan produksi bahasa. Pendapat ini dalam psikologi disebut “holism”.Namun demikian, dari bukti-bukti eksperimen yang dilakukan terhadap otak yang normal, keberadaan teori lateralisasi itu bias dipertimbangkan.[11]

3.      Teori Lokalisasi
Teori lokalisasi atau lazim juga disebut pandangan lokalisasi (localization view) berpendapat bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah Broca[12] dan daerah Wernicke[13].

4.      Keistimewaan Otak Wanita
Otak laki-laki dan otak wanita memiliki perbedaan dalam fungsi.Dan dalam beberapa perbedaan itu membuat wanita lebih unggul dari laki-laki.Berikut dijelaskan letak keunggulan otak wanita.
a.       Otak wanita lebih seimbang
Dr. Requel Gur, psikiater dari Universitas California mengatakan bahwa memang tidak ada seorang ahli pun bias menyodorkan kesimpulanapa arti perbedaan fisik otak pria dan wanita (dalam ukuran, struktur, dan kepekaan) itu. Namun yang jelas meskipun otak pria dan wanita melakukan pekerjaan yang sama, tetapi cara kerja keduanya berbeda.
Anak perempuan lebih cepat pandai bicara, membaca, dan jarang mengalami gangguan belajar dibandingkan anak laki-laki. Para ahli memperkirakan ada kaitannya dengan kemampuan wanita menggunakan kedua belah hemisfernya ( kiri dan kanan) ketika membaca dan melakukan kegiatan verbal lainnya. Sedangkan pria hanya menggunakan salah satu hemisfernya (biasanya sebelah kiri).
Penggunaan otak kiri dan kanan yang serentak membuat wanita dewasa lebih lincah dalam soal verbal dibandingkan dengan pria. Begitu juga, bila wanita stroke atau cedera otak kemampuan berbahasanya tidak terganggu, kalaupun terganggu akan lebih cepat pulih dibandingkan pria.[14]

b.      Otak wanita lebih tajam
Menurut Dr. Thomas Crook dna sejumlah ahli ( Femina, 17-23 Juni 1999), setelah melakukan pengujian indra, bahwa penglihatan wanita lebih tajam daripada pria, meski diakui bahwa lebih banyak wanita yang lebih dulu memerlukan bantuan kacamata daripada pria. Penglihatan wanita mulai menurun sejak memasuki usia 35 sampai 44 tahun, sedangkan pria mulai 45 sampai 54 tahun. Pria juga relatif tidak tahan terhadap sinar terang.
Begitu juga pendengaran wanita lebih tajam daripada pria. Maka tak mengherankan kalau malam hari tangisan bayi bias membangunkan sang ibu, sementara sang ayah tetap terlelap.pendengaran wanita selain lebih tajam juga bias mendengar lebih banyak ragam bunyi dari pada pria. Pendengaran wanita baru mulai berkurang menjelang usia 60-an, sedangkan pria sudah mulai berkurang menjelang usia 50-an.
Dr. Thomas Crook juga menyimpulkan bahwa ingatan pria kurang tajam bila dibandingkan dengan ingatan wanita.Ketajaman otak wanita bukan hanya pada panca indranya, tetapi juga pada perasaannya.Hal ini terbukti ketika diminta mengenang pengalaman emosionalnya dengan bantuan MRI (Magnetic Resonance Imaging), tampak wanita lebih responsive daripada pria.

c.       Lebih awet dan selektif
Dalam jurnal kedokteran Archieves of Neurology terbitan tahun 1998 (Femina, Juni 1999) diungkapkan temuan bahwa otak pria mengerut lebih cepat daripada otak wanita. Menurut Ruben Gur, yang meneliti sendiri cara cepat kerja otak pria dan wanita dari berbagai usia, jaringan otak pria tiga kali lebih cepat daripada otak wanita. Ketika sama-sama muda memag otak pria lebih besar daripada otak wanita, namun ketika keduanya mencapai usia 40 tahun, otak pria menyusut terutama bagian depan sehingga besarnya sama dengan otak wanita. Penyusutan ini membawa akibat perubahan yang nyata. Antara lain, makin tua seorang pria ddaya ingatnya, konsentrasinya, dan kesabarannya ikut menyusut. Penyusutan otak bagian depan wanita, menurut Ruben tidak terlihat pada usia yang sama.
Penyusutan otak pria itu, menurut Ruben berkaitan dengan efesiensi pemakaian energi. Otak wanita memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kecepatan metabolisme otak (pemakaian energi oleh otak) dengan umurnya, sedangkan kecepatan metabolisme pria semakin boros energi dengan bertambahnya usia.[15]

5.      Membaca Dengan Dua Belah Otak
Menurut Diane Alexander, Ken Shear dan kawan-kawannya teori lokalisasi yang menyatakan tiap wilayah otak memiliki fungsi-fungsi tertentu ternyata tidak seratus persen benar, sebab hemisfer kanan pun dapat dilatih untuk tugas-tugas kebahasaan.


E.     Gangguan Berbahasa
1.      Gangguan Berbicara
a.       Gangguan mekanisme berbicara
1)      Gangguan akibat faktor pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita penyakit paru-paru. Para penyakit paru-paru ini kekuatan bernapasnya sangat kurang, sehingga gaya berbicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume suara yang kecil sekali, dan terputus-putus, meskipun secara semantic dna sintaksis tidak bermasalah.

2)      Gangguan akibat faktor laringal
Gangguan pada pita suara yang mengakibatkan suara yang dihasilkan menjadi serak atau hilang sama sekali. Gangguan berbicara akibat factor laringan ini ditandai oleh suara yang serak atau hilang, tanpa kelainan semantic atau sintaksis. Artinya, dilihat dari segi se,antic dan sintaksis ucapannya bias diterima.

3)      Gangguan akibat faktor lingual
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa pedih kalau digerakkan. Untuk mencegah rasa sakit ini ketika berbicara maka gerak aktivitas lidah itu dikurangi secara semaunya.
Dalam keadaan seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna.

4)      Gangguan akibat faktor resonansi
Gangguan akibat factor resonansi ini menyebabakan suara yang dihasilkan menjadi bersengau.Pada orang sumbing, misalnya, suaranya menjadi bersengau karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melelui efek di langit-langit keras.

b.      Gangguan akibat multifactorial
Akibat gangguan akibat multifactorial atau berbagai faktor bias menyebabkan terjadinya berbagai gangguan berbicara. Antara lain adalah sebagai berikut :

1)      Berbicara serampangan
Berbicara serampangan atau sembrono adalah berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yyang rusak, ditambah dengan “menelan” sejumlah suku kata, sehingga apa yang diucapkan sukar dipahami. Dalam kehidupan sehari-hari kasus ini memang jarang dijumpai ; tetapi dalam praktek dokter sering ditemui. Umpamanya kalimat “kemarin pagi saya sudah beberapa kali ke sini” diucapkan dengan cepat menjadi “kemary sdada berali ksni”.Berbicara serampangan ini karena kerusakan di serebelum atau bisa juga terjadi sehabis terkena kelumpuhan ringan sebelah badan.

2)      Berbicara propulsive
Gangguan berbicara propulsive biasanya terdapat pada para penderita penyakit Parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot menjadi gemetar, kaku, dan lemah).Para penderita penyakit ini biasanya bermasalah dalam melakukan gerakan-gerakan.Mereka sukar sekali untuk memulai suatu gerakan. Namun, bila sudah bergerak maka ia dapat terus menerus tanpa henti. Gerakan yang laju terus itu disebut propulsi.

3)      Berbicara mutisme
Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama sekali.Sebagian dari mereka mungkin masih dapat dianggap membisu, yakni memang sengaja tidak mau berbicara.Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi secara verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi secara visual maupun isyarat, seperti gerak gerik dan sebagainya.

c.       Gangguan psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai suatu gangguan berbicara. Mungkin lebih tepat disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal. Gangguan berbicara psikogenik ini antara lain sebagai berikut :
1)      Berbicara manja
Disebut berbicara manja karena ada kesan anak (orang) yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanja.

2)      Berbicara kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan.Jika seorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan oleh istilah tersebut.Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang menarik perhatian dan lafal yang dilakukan secara ekstra menonjol atau ekstra lemah gemulai dan ekstra memanjang.Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkan gangguan identitas kelamin terutama jika dilanda adalah kaum pria.

3)      Berbicara gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Acapkali si pembicara tidak berhasil mengucapkan suku kata awal, hanya dengan susah payah berhasil mengucap konsonan atau vocal awalnya saja. Lalu ia memilih kata lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun dengan susah payah juga.
Apa yang menyebabkan terjadinya gagap ini belum diketahui secara tuntas. Namun, hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan dalam menyebabkan terjadinya kegagapan itu.
a)      Faktor-faktor stress dalam kehidupan berkeluarga
b)      Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah
c)      Adanya kerusakan pada belahan otah (hemisfer) yang dominan
d)     Factor neurotic faminal.

4)      Berbicara latah
Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo atau menirukan apa yang dikatakan orang lain. Akan tetapi sebenarnya latah adalah suatu sindrom yang terdiri atau curah verbal repetitive yang bersifat jorok, dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing.

2.      Gangguan Berpikir
a.       Pikun (demensia)
Dr. Martina Wiwie S. Nasrun (Media Indonesia, 21 Mei 2001) mengatakan bahwa kepikunan atau demensia adalah suatu penurunan fungsi memori atau daya pikir lainnya yang dari hari ke hari semakin buruk.Gangguan kognitif ini meliputi terganggunya ingatan jangka pendek, kekeliruan mengenai tempat, orang, dan waktu.Juga gangguan kelancaran bicara.
            Penyebab pikun ini antara lain karena terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, termasuk  menurunnya jumlah zat-zat kimia dalam otak. Selain itu dapat pula disebabkan oleh penyakit stroke, tumor otak, depresi, dan gangguan sistemik.Pikun yang disebabkan oleh depresi dan gangguan sistemik dapat pulih kembali, tetapi kebanyakan kasus demensia lainnya tidak dapat kembali ke kondisi sebelumnya.

b.      Sisofrenik
Sisofrenik adalah gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir.Seorang penderita sisofrenia dapat berbicara terus menerus, ocehannya hanya merupakan ulangan curah verbal semula dengan tambahan sedikit sedikit atau dikurangi beberapa kalimat.

c.       Defresif
Orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitanya pada gaya bahasanya dan makna curah verbalnya. Volume curah verbalnya lemah lembut dan kelancarannya terputus-putus oleh interval yang cukup panjang.curah verbal yang depresif dicoraki oleh topic yang menyedihkan, menyalahi dan mengutuk diri sendiri, kehilangan gairah bekerja dan gairah hidup, tidak mampu menikmati kehidupan, malah cenderung mengakhirinya.

3.      Gangguan Berbahasa
a.       Afasia motoric
Kerusakan pada belahan otak yang dominan yang menyebabkan terjadinya afarisa motoric bisa terletak pada lapisan permukaan daerah Broca.Atau pada lapisan di bawah permukaan daerah Broca, atau juga di daerah otak antara daerah Broca dan daerah Wernicke.Oleh karena itu didapati adanya tiga macam afasia motoric ini.
1)      Afasia motorik kortikal
2)      Afasia motorik subkortikal
3)      Afasia motorik transkortikal
b.      Afasia sensorik
Penyebab terjadinya Afasia sensorik adalah akibat adanya kerusakan pada lesikortikal di daerah Wernicke pada hemisferium yang dominan.

4.      Gangguan Lingkungan Sosial
Yang dimaksud dengan akibat factor lingkungan adalah terasingnya seorang anak manusia, yang aspek bilogis bahasanya normal dari lingkungan kehidupan manusia.Keterasingannya bisa disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen), bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara oleh binatang serigala, seperti kasus Kamala dan Mougli.



[4] Abdul Chaer, Leonie Aguntina, Sosiolingustik Perkenalan Awal, ( Jakarta : PT. Rineka CIpta, 2010), hal. 22
[5]Ibid
[6]Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar