Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahsa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa (language learning).Pembelajran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi,
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama , sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.Namun, juga banyak yang menggunakan
istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua.[1]
A.
Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Dalam literatur
kebahasaan sering kita jumpai batasan atau penjelasan yang menetapkan bahwa Bahasa
adalah system komunikasi. Sebagai misal, Bloch and Trager mengatakan bahwa “A
language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social
group cooperates” ( Bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang
arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk
berkomunikasi). (Bloch and Trager :1942 :5 ).[2]
Sejalan dengan
hal di atas, Joseph Bram mengatakan bahwa “ A language is a structured system
of arbitrary vocal simbols by means of which members of a social group
interact” (Bram : 1955 :2) yang berarti “bahasa adalah suatu sistem yang
berstruktur dari symbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para
anggota sesuatu kelompok social sebagai alat bergaul satu sama lain”,[3]
Sebagai alat
komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek, yaitu aspek linguistik
dan aspek nonlinguistik atau paralingusitik. Kedua aspek ini
“bekerja sama” dalam membangun komunikasi bahasa itu. Aspek linguistik
mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini
mendukung terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang
di dalamnya terdapat makna, gagasan,
ide, atau konsep). Sedangkan aspek paralingusitik mencakup : (1)
kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang, (2) unsur supra segmental, yaitu tekanan,
nada, dan intonasi, (3) jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan,
anggukan kepala, dan sebagainya, dan (4) rabaan, yaitu yang berkenaan dengan
indera perasa.[4]
Ada dua macam
komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah.Dalam
komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai pengirim dan si penerima tetap
sebagai penerima.Misalnya, komunikasi yang bersifat pemberitahuan, khotbah dan
sebagainya. Dalam komunikasi dua arah, secara bergantian si pengirim bias menjadi
penerima, dan penerima bias jadi pengirim. Misalnya, komunikasi yang dilakukan
dalam diskusi, rapat dan sebagainya.[5]
B.
Teori Tentang Munculnya Bahasa
Kalau bahasa
itu ada, tentu ada asal-usul keberadaannya.Banyak teori dan pendapat yang
berbeda mengenai asal-usul bahasa ini. Beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut :
F.B Condillac
seorang filsuf bangsa Prancis berpendapat bahwa bahasa bearsal dari
teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri yang dibangkitkan
oleh perasaan atau emosi yang kuat.Kemudian teriakan-teriakan ini berubah
menjadi bunyi-bunyi yang bermakna, dan yang lama kelamaan semakin panjang dan
rumit.Sebelum adanya teori ini, orang (terutama ahli agama) percaya bahwa
bahasa itu berasal dari Tuhan.Tuhan telah melengkapi kehadiran pasanagn manusia
pertama (Adam dan Hawa) dengan kepandaian untuk berbahasa.
Namun teori Condillac
dan kepercayaan kaum agama ini ditolak oleh Von Herder, seorang ahli filsafat
bangsa Jerman, yang mengatakan bahwa bahasa itu tidak mungkin dating dari Tuhan
karena bahasa itu sedemikian buruknya dan tidak sesuai dengan logika karena
Tuhan maha sempurna. Menurut Von Herder bahasa itu terjadi dari proses
onomatope, yaitu peniruan bunyi alam. Bunyi-bunyi alam yang ditiru ini
merupakan benih yang tumbuh menjadi bahasa sebagai akibat dari dorongan hati
yang sangat kuat untuk berkomunikasi.
Von Schlegel,
seorang ahli filsafat bangsa Jerman, berpendapat bahwa bahasa-bahasa yang ada
di dunia ini tidak mungkin bersumber dari satu bahasa. Asal usul bahasa itu sangat
berlainan tergantung pada factor-faktor yang mengatur tumbuhnya bahas itu.Ada
bahasa yang lahir dari onomatope, ada yang lahir dari kesadaran manusia, dan
sebagainya.Namun, dari mana pun asalnya menurut Von Schlegel akal manusialah
yang membuatnya sempurna.
Hal lain juga
diutarakan oleh Lieberman, bahasa lahir secara evolusi sebagai yang dirumuskan
oleh Darwin (1859) dengan teori evolusinya. Semua hokum evolusi Darwin, menurut
Lieberman, telah berlaku dan dilalui juga oleh evolusi bahasa.[6]
Allamahul bayan…Allah
yang mengajarkan manusia berbicara (arrahman :4)
C.
Hipotesis Tentang Pemerolehan Bahasa
1.
Hipotesis Nurani
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para
pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak (Lenneberg, 1967, Chomsky 1970).
Diantara hasil pengamatan itu adalah sebagai berikut :
a)
Semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya asal
saja “diperkenalkan” pada bahasa ibunya itu. Maksudnya, dia tidak diasingkan
dari kehidupan ibunya (keluarganya).
b)
Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan
kanka-kanak. Artinya, baik anak yang cerdas mupun yang tidak cerdas akan
memperoleh bahasa itu
c)
Kalimat-kalimat yang di dengar kanak-kanak seringkali tidak
gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit.
d)
Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain ; hanya manusia
yang dapat berbahasa.
e)
Proses pemerolehan bahasa oleh kanak-kanak di mana pun sesuai
dengan jadwal yang erat kaitannya dengan proses pematangn jiwa kanak-kanak.
f)
Struktur bahasa sangat rumit, kompleks, dan bersifat universal.
Namun, dapat dikuasai kanak-kanak dalam waktu yang relative singkat, yaitu
dalam waktu antara tiga atau empat tahun saja.[7]
Berdasarkan pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia
lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa
dengan mudah dan cepat.Lalu, karena sukar dibuktikan secara empiris, maka
pandangan ini megajukan satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani.
2.
Hipotesis Tabularasa
Tabularasa secara harfiah berarti ‘kertas kosong’, dalam arti belum
ditulisi apa-apa. Lalu, hipotesis tabularasa ini menyatakan bahwa otak bayi
pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulis atau
diisi dengan pengalaman-pengalaman. Hipotesis ini pada mulanya dikemukakan oleh
John Locke seorang tokoh empirisme yang sangat terkenal ; kemudian dianut dan
disebarluaskan oleh John Watson seorang tokoh terkemuka aliran behaviorisme
dalam psikologi.[8]
Dalam hal ini, menurut hipotesis tabularasa, semua pengetahuan
dalam bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil
dari integrasi peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh
manusia itu. Sejalan dengan hipotesis ini, behaviorisme menganggap bahwa
pengetahuan linguistik terdiri hanya dari rangkaian hubungan-hubungan yang
dibentuk dengan cara pembelajaran S-R ( Stimulus- Respons). Cara pembelajaran
S-R yang terkemuka adalah pelaziman klasik, pelaziman operan, dan mediasi atau
penengah yang telah dimodifikasi menjadi teori-teori pembelajaran bahasa.[9]
3.
Hipotesis Kesemestaan Alam
Dalam kognitifisme hipotesis kesemestaan kognitifyang
diperkenalkan oleh Piaget telah digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan
proses-proses pemerolehan bahasa kanak-kanak.Piaget sendiri sebenarnya tidak
pernah secara khusus mengeluarkan satu teori mengenai pemerolahan.bahasa karena
beliau menganggap bahasa merupakan satu bagian dari perkembangan kognitif
(intelek) secara umum.Piaget hanya mengkaji perkembangan kognitif umum ini; dan
dalam pengkajian ini beliau telah mengeluarkan sebuah hipotesis mengenai
kesemestaan kognitif, termasuk bahasa.Namun, para pengikut Piaget di Jenewa
telah meluaskan pandangan Piaget ini sehingga satu teori pemerolehan bahasa
dalam kognitifisme telah dirumuskan (Sinclair-de Zwart, 1963).
D.
Aspek Neurologi Bahasa
1.
Fungsi Kebahasaan Otak
Otak terdiri dari dua hemisfer, kiri dan kanan yang mempunyai
peranan yang berbeda.Fungsi bicara-bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri bagi
orang yang tidak kidal ( cekat tangan kanan- right handed).Hemisfer kiri
ini disebut juga hemisfer dominan bagi bahasa.Dan konteksnya dinamakan konteks
bahasa.Homifer dominan atau superior secara morfologis memang agak berbeda
dengan hemisfer yang tidak dominan atau inferior.Hemisfer kiri yang terutama
mempunyai arti penting bagi bicara-bahasa, juga berperan untuk fungsi memori
yang bersifat verbal (verbal memory).Sebaliknya, hemisfer kanan penting
untuk fungsi emosi, lagu, isyarat, baik yang emosional maupun verbal.
Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa, namun
tanpa aktifitas hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi
monoton.[10]
2.
Teori Lateralisasi
Banyak pakar psikologi yang meragukan teori lateralisasi, bahwa
pusat-pusat bahasa dan ucapan berada pada hemisfer kiri. Mereka berpendapat
bahwa seluruh otak bertanggung jawab dan terlibat dalam proses pemahaman dan
produksi bahasa. Pendapat ini dalam psikologi disebut “holism”.Namun demikian,
dari bukti-bukti eksperimen yang dilakukan terhadap otak yang normal, keberadaan
teori lateralisasi itu bias dipertimbangkan.[11]
3.
Teori Lokalisasi
Teori lokalisasi atau lazim juga disebut pandangan lokalisasi (localization
view) berpendapat bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah
Broca[12]
dan daerah Wernicke[13].
4.
Keistimewaan Otak Wanita
Otak laki-laki dan otak wanita memiliki perbedaan dalam fungsi.Dan
dalam beberapa perbedaan itu membuat wanita lebih unggul dari laki-laki.Berikut
dijelaskan letak keunggulan otak wanita.
a.
Otak wanita lebih seimbang
Dr. Requel Gur, psikiater dari Universitas California mengatakan
bahwa memang tidak ada seorang ahli pun bias menyodorkan kesimpulanapa arti
perbedaan fisik otak pria dan wanita (dalam ukuran, struktur, dan kepekaan)
itu. Namun yang jelas meskipun otak pria dan wanita melakukan pekerjaan yang
sama, tetapi cara kerja keduanya berbeda.
Anak perempuan lebih cepat pandai bicara, membaca, dan jarang
mengalami gangguan belajar dibandingkan anak laki-laki. Para ahli memperkirakan
ada kaitannya dengan kemampuan wanita menggunakan kedua belah hemisfernya (
kiri dan kanan) ketika membaca dan melakukan kegiatan verbal lainnya. Sedangkan
pria hanya menggunakan salah satu hemisfernya (biasanya sebelah kiri).
Penggunaan otak kiri dan kanan yang serentak membuat wanita dewasa
lebih lincah dalam soal verbal dibandingkan dengan pria. Begitu juga, bila
wanita stroke atau cedera otak kemampuan berbahasanya tidak terganggu, kalaupun
terganggu akan lebih cepat pulih dibandingkan pria.[14]
b.
Otak wanita lebih tajam
Menurut Dr. Thomas Crook dna sejumlah ahli ( Femina, 17-23 Juni
1999), setelah melakukan pengujian indra, bahwa penglihatan wanita lebih tajam
daripada pria, meski diakui bahwa lebih banyak wanita yang lebih dulu memerlukan
bantuan kacamata daripada pria. Penglihatan wanita mulai menurun sejak memasuki
usia 35 sampai 44 tahun, sedangkan pria mulai 45 sampai 54 tahun. Pria juga
relatif tidak tahan terhadap sinar terang.
Begitu juga pendengaran wanita lebih tajam daripada pria. Maka tak
mengherankan kalau malam hari tangisan bayi bias membangunkan sang ibu,
sementara sang ayah tetap terlelap.pendengaran wanita selain lebih tajam juga
bias mendengar lebih banyak ragam bunyi dari pada pria. Pendengaran wanita baru
mulai berkurang menjelang usia 60-an, sedangkan pria sudah mulai berkurang
menjelang usia 50-an.
Dr. Thomas Crook juga menyimpulkan bahwa ingatan pria kurang tajam
bila dibandingkan dengan ingatan wanita.Ketajaman otak wanita bukan hanya pada
panca indranya, tetapi juga pada perasaannya.Hal ini terbukti ketika diminta
mengenang pengalaman emosionalnya dengan bantuan MRI (Magnetic Resonance
Imaging), tampak wanita lebih responsive daripada pria.
c.
Lebih awet dan selektif
Dalam jurnal kedokteran Archieves of Neurology terbitan tahun 1998
(Femina, Juni 1999) diungkapkan temuan bahwa otak pria mengerut lebih cepat
daripada otak wanita. Menurut Ruben Gur, yang meneliti sendiri cara cepat kerja
otak pria dan wanita dari berbagai usia, jaringan otak pria tiga kali lebih cepat
daripada otak wanita. Ketika sama-sama muda memag otak pria lebih besar
daripada otak wanita, namun ketika keduanya mencapai usia 40 tahun, otak pria
menyusut terutama bagian depan sehingga besarnya sama dengan otak wanita.
Penyusutan ini membawa akibat perubahan yang nyata. Antara lain, makin tua
seorang pria ddaya ingatnya, konsentrasinya, dan kesabarannya ikut menyusut.
Penyusutan otak bagian depan wanita, menurut Ruben tidak terlihat pada usia
yang sama.
Penyusutan otak pria itu, menurut Ruben berkaitan dengan efesiensi
pemakaian energi. Otak wanita memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kecepatan
metabolisme otak (pemakaian energi oleh otak) dengan umurnya, sedangkan
kecepatan metabolisme pria semakin boros energi dengan bertambahnya usia.[15]
5.
Membaca Dengan Dua Belah Otak
Menurut Diane Alexander, Ken Shear dan kawan-kawannya teori
lokalisasi yang menyatakan tiap wilayah otak memiliki fungsi-fungsi tertentu
ternyata tidak seratus persen benar, sebab hemisfer kanan pun dapat dilatih
untuk tugas-tugas kebahasaan.
E.
Gangguan Berbahasa
1.
Gangguan Berbicara
a.
Gangguan mekanisme berbicara
1)
Gangguan akibat faktor pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita penyakit
paru-paru. Para penyakit paru-paru ini kekuatan bernapasnya sangat kurang,
sehingga gaya berbicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume suara yang
kecil sekali, dan terputus-putus, meskipun secara semantic dna sintaksis tidak
bermasalah.
2)
Gangguan akibat faktor laringal
Gangguan pada pita suara yang mengakibatkan suara yang dihasilkan
menjadi serak atau hilang sama sekali. Gangguan berbicara akibat factor
laringan ini ditandai oleh suara yang serak atau hilang, tanpa kelainan
semantic atau sintaksis. Artinya, dilihat dari segi se,antic dan sintaksis
ucapannya bias diterima.
3)
Gangguan akibat faktor lingual
Lidah yang
sariawan atau terluka akan terasa pedih kalau digerakkan. Untuk mencegah rasa
sakit ini ketika berbicara maka gerak aktivitas lidah itu dikurangi secara
semaunya.
Dalam keadaan
seperti ini maka pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna.
4)
Gangguan akibat faktor resonansi
Gangguan akibat factor resonansi ini menyebabakan suara yang
dihasilkan menjadi bersengau.Pada orang sumbing, misalnya, suaranya menjadi
bersengau karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk
berkomunikasi melelui efek di langit-langit keras.
b.
Gangguan akibat multifactorial
Akibat
gangguan akibat multifactorial atau berbagai faktor bias menyebabkan terjadinya
berbagai gangguan berbicara. Antara lain adalah sebagai berikut :
1)
Berbicara serampangan
Berbicara serampangan atau sembrono adalah berbicara dengan cepat
sekali, dengan artikulasi yyang rusak, ditambah dengan “menelan” sejumlah suku
kata, sehingga apa yang diucapkan sukar dipahami. Dalam kehidupan sehari-hari
kasus ini memang jarang dijumpai ; tetapi dalam praktek dokter sering ditemui.
Umpamanya kalimat “kemarin pagi saya sudah beberapa kali ke sini” diucapkan
dengan cepat menjadi “kemary sdada berali ksni”.Berbicara serampangan ini
karena kerusakan di serebelum atau bisa juga terjadi sehabis terkena
kelumpuhan ringan sebelah badan.
2)
Berbicara propulsive
Gangguan berbicara propulsive biasanya terdapat pada para penderita
penyakit Parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot menjadi
gemetar, kaku, dan lemah).Para penderita penyakit ini biasanya bermasalah dalam
melakukan gerakan-gerakan.Mereka sukar sekali untuk memulai suatu gerakan.
Namun, bila sudah bergerak maka ia dapat terus menerus tanpa henti. Gerakan
yang laju terus itu disebut propulsi.
3)
Berbicara mutisme
Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama sekali.Sebagian
dari mereka mungkin masih dapat dianggap membisu, yakni memang sengaja tidak
mau berbicara.Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi
secara verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi secara visual maupun
isyarat, seperti gerak gerik dan sebagainya.
c.
Gangguan psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa dikatakan
sebagai suatu gangguan berbicara. Mungkin lebih tepat disebut sebagai variasi
cara berbicara yang normal. Gangguan berbicara psikogenik ini antara lain
sebagai berikut :
1)
Berbicara manja
Disebut berbicara manja karena ada kesan anak (orang) yang
melakukannya meminta perhatian untuk dimanja.
2)
Berbicara kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan yang
berlebihan.Jika seorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali
gambaran yang dimaksudkan oleh istilah tersebut.Berbicara kemayu dicirikan oleh
gerak bibir dan lidah yang menarik perhatian dan lafal yang dilakukan secara
ekstra menonjol atau ekstra lemah gemulai dan ekstra memanjang.Meskipun
berbicara seperti ini bukan suatu gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat
dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkan gangguan identitas
kelamin terutama jika dilanda adalah kaum pria.
3)
Berbicara gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat,
mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata
berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat
diselesaikan. Acapkali si pembicara tidak berhasil mengucapkan suku kata awal,
hanya dengan susah payah berhasil mengucap konsonan atau vocal awalnya saja.
Lalu ia memilih kata lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun
dengan susah payah juga.
Apa yang menyebabkan terjadinya gagap ini belum diketahui secara
tuntas. Namun, hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan dalam menyebabkan
terjadinya kegagapan itu.
a)
Faktor-faktor stress dalam kehidupan berkeluarga
b)
Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan
membentak-bentak serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah
c)
Adanya kerusakan pada belahan otah (hemisfer) yang dominan
d)
Factor neurotic faminal.
4)
Berbicara latah
Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo atau
menirukan apa yang dikatakan orang lain. Akan tetapi sebenarnya latah adalah
suatu sindrom yang terdiri atau curah verbal repetitive yang bersifat jorok,
dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing.
2.
Gangguan Berpikir
a.
Pikun (demensia)
Dr. Martina Wiwie S. Nasrun (Media Indonesia, 21 Mei 2001)
mengatakan bahwa kepikunan atau demensia adalah suatu penurunan fungsi memori
atau daya pikir lainnya yang dari hari ke hari semakin buruk.Gangguan kognitif
ini meliputi terganggunya ingatan jangka pendek, kekeliruan mengenai tempat,
orang, dan waktu.Juga gangguan kelancaran bicara.
Penyebab pikun ini antara lain
karena terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, termasuk menurunnya jumlah zat-zat kimia dalam otak.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh penyakit stroke, tumor otak, depresi, dan
gangguan sistemik.Pikun yang disebabkan oleh depresi dan gangguan sistemik
dapat pulih kembali, tetapi kebanyakan kasus demensia lainnya tidak dapat
kembali ke kondisi sebelumnya.
b.
Sisofrenik
Sisofrenik adalah gangguan berbahasa akibat gangguan
berpikir.Seorang penderita sisofrenia dapat berbicara terus menerus, ocehannya
hanya merupakan ulangan curah verbal semula dengan tambahan sedikit sedikit
atau dikurangi beberapa kalimat.
c.
Defresif
Orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitanya pada gaya
bahasanya dan makna curah verbalnya. Volume curah verbalnya lemah lembut dan
kelancarannya terputus-putus oleh interval yang cukup panjang.curah verbal yang
depresif dicoraki oleh topic yang menyedihkan, menyalahi dan mengutuk diri
sendiri, kehilangan gairah bekerja dan gairah hidup, tidak mampu menikmati
kehidupan, malah cenderung mengakhirinya.
3.
Gangguan Berbahasa
a.
Afasia motoric
Kerusakan pada belahan otak yang dominan yang menyebabkan
terjadinya afarisa motoric bisa terletak pada lapisan permukaan daerah
Broca.Atau pada lapisan di bawah permukaan daerah Broca, atau juga di daerah
otak antara daerah Broca dan daerah Wernicke.Oleh karena itu didapati adanya
tiga macam afasia motoric ini.
1)
Afasia motorik kortikal
2)
Afasia motorik subkortikal
3)
Afasia motorik transkortikal
b.
Afasia sensorik
Penyebab terjadinya Afasia sensorik adalah akibat adanya kerusakan
pada lesikortikal di daerah Wernicke pada hemisferium yang dominan.
4.
Gangguan Lingkungan Sosial
Yang
dimaksud dengan akibat factor lingkungan adalah terasingnya seorang anak
manusia, yang aspek bilogis bahasanya normal dari lingkungan kehidupan
manusia.Keterasingannya bisa disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja
(sebagai eksperimen), bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan
manusia, melainkan dipelihara oleh binatang serigala, seperti kasus Kamala dan
Mougli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar