Rabu, 09 April 2014

Lihatlah Apa yang Dikatakan dan Jangan Lihat Siapa yang Mengatakan




Galau, berkeluh kesah, tidak nyaman, sering kali kita mengeluh akan apa yang kita rasakan dan tidak puas dengan apa yang kita miliki dalam menjalani hidup ini. Kata mereka yang cuek, "Ah..! itu lumrah, manusia memang begitu".
Manusia memang diciptakan selalu berkeluh kesah. Namun, akankah kita pasrah pada kematian untuk mengakhiri rasa keluh kesah ini ?? Tanya diri sendiri dan jawab sendiri.
Aku bukanlah insan mulia yang selalu berbuat baik tanpa dosa. Aku bukan malaikat tanpa nafsu. Aku adalah manusia lemah. Lemah fisik dan lemah iman. Dan Aku pun tak terlepas dari rasa mengeluh dan pasrah. Dengan kelemahan iman aku mencoba memberanikan diri untuk berkata "berhentilah sejenak bekerja untuk dunia, duduk dan merenunglah sebentar, lalu tanyakan pada masing-masing diri kita apa sebenarnya alasan kita tetap bertahan melakukan rutinitas selama ini? apa sebenarnya yang kita cari dalam hidup ini ? sehingga kita masih saja merasakan ketidak puasan dalam setiap apa yang kita miliki. Jika rasanya hanya buang-buang waktu saja untuk melakukan itu, tak apa. karena ini hanya perlu dilakukan oleh insan lemah seperti Aku.
Tak merasa puas mungkin saja karena kita lupa untuk bersyukur. Aku punya cerita yang mungkin sering kita temui namun kita abaikan.
Pagi itu ketika mengerjakan pekerjaan rumah, aku teringat pada salah seorang anak didikku Kesya. Gadis manda, cantik, cerdas berusia 4 tahun itu bercerita padaku kalau ia ditinggal jauh oleh Ibunya karena pekerjaan. Waktu Ia bercerita pada sore hari sehabis belajar, Aku merespon biasa saja, tak sadar sebenarnya melalui bocah kecil ini ada pesan penting yang Allah ingin aku ingat. Karena kesya yang ku kenal selalu ceria, dan senyuman yang begitu ikhlas dari bibirnya membuat aku lupa bahwa ada luka yang terbalut rapi jauh dilubuk hati seorang anak yang merindukan seorang ibu.
Ia tumbuh dan berkembang tanpa ada kasih sayang Ibu yang akan selalu merawatnya, mengantarkan ke sekolah, atau menyambutnya penuh senyuman ketika Ia lelah pulang bermain bersama teman-temannya. Tak ada Ibu yang akan menemaninya belajar, dan tak ada Ibu yang akan menemaninya tidur. Untungnya ada ayah yang sabar mengikuti setiap perkembangannya. Kesya tetap ceria, namun memang Ia anak yang selalu ingin dimanja dan diperhatikan ketika belajar bersamaku.
Teringat akan kisah ini, sebagai anak aku tersentak betapa selama ini aku tak mensyukuri apa yang ku miliki. Seusia kesya, Aku memilki ibu yang selalu disisiku, merawat dan membesarkanku. Ada Ibu yang selalu menunda tidurnya karena menungguku tidur duluan, ada Ibu yang begitu sabar menenangkanku ketika tangisku mengalir dan merasa resah ketika Aku sakit. Namun Aku masih saja mengeluh karena tak bisa seperti cerita teman-temanku yang mendapat kasih sayang Ibu 24 jam penuh. Aku sedih ketika waktu ibuku juga harus terbagi karena menjalani tugas Ibu sekaligus ayah. Ayahku jauh, walau dekat dimata namun begitu jauh dari hati. Aku sungguh ingin mencintai Ayahku seperti Aku mencintai Ibuku, namun Aku tak bisa..Ayah ma'afkan Aku.
Aku masih saja merasa tak beruntung, padahal Aku memiliki ibu yang senantiasa tegar membesarkanku bahkan ketika Aku butuh sosok Ayah untuk melindungiku. Ibu...Aku sangat merindukanmu. Kesya terima kasih atas pelajaran yang amat berarti.
Lewat kesya, sebagai perempuan yang nanti akan menjadi Ibu. Aku merasa iba pada anak-anak yang tak dapat kasih sayang sempurna seorang Ibu. Aku bimbang, dunia kini meminta perempuan bersaing dengan laki-laki, peran ibu bisa digantikan ayah begitupun sebaliknya, peran ayah bisa digantikan oleh ibu. Naluri keibuan mau tak mau diketepikan, hidup butuh uang. untuk mendapatkan uang istri pun harus bekerja karena suaminya penghasilan suaminya tak cukup. Anak dititipkan sama orang tua, sudahlah waktu kita kecil orang tua kita yang merawat kita, dan sekarang anak kitapun orang tua juga yang akan merawatnya. Atau anak ditinggalkan bersama baby sister." ya mau bagaimana lagi, mama harus kerja nak ", kalimat itulah yang sering diucapkan ibu karier, dan mungkin aku pun akan berucap kalimat yang sama. Kalau sudah begini apa salah jika anak ketika besar menjadi nakal ?, atau bahkan tak mau mendengarkan nasehat orang tuanya, anak lebih terbuka pada siapa yang merawat dan membesarkannya. hmm..kesya..kesya..bocah ini menyadarkanku pula betapa besarnya tanggung jawab menjadi seorang ibu.

Belum cukup sampai disitu, masih ada pelajaran penting yang bisa dipetik dari celoteh singkat Kesya sore itu. Jika ku tak tahu bagaimana kehidupan Kesya dikeluarga tentu bisa saja Aku merasa ilfil menanggapi sikapnya yang manja. Kesya mengingatkan ku tugas guru tak hanya mengajar tapi juga mendidik. Sebagai guru, aku juga harus mengenal dan tahu siapa murid-muridku. Berbagai latar belakang, berbeda watak dan tingkah-laku, beragam keinginan, apalagi anak didikku memang masih kecil-kecil. Ternyata masih banyak PR yang harus aku selesaikan.
So, lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa yang mengatakan.



Sawahan, 26 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar