Galau, berkeluh kesah, tidak nyaman, sering kali kita mengeluh akan
apa yang kita rasakan dan tidak puas dengan apa yang kita miliki dalam
menjalani hidup ini. Kata mereka yang cuek, "Ah..! itu lumrah, manusia
memang begitu".
Manusia memang diciptakan selalu berkeluh kesah. Namun, akankah
kita pasrah pada kematian untuk mengakhiri rasa keluh kesah ini ?? Tanya diri
sendiri dan jawab sendiri.
Aku bukanlah insan mulia yang selalu berbuat baik tanpa dosa. Aku
bukan malaikat tanpa nafsu. Aku adalah manusia lemah. Lemah fisik dan lemah
iman. Dan Aku pun tak terlepas dari rasa mengeluh dan pasrah. Dengan kelemahan
iman aku mencoba memberanikan diri untuk berkata "berhentilah sejenak
bekerja untuk dunia, duduk dan merenunglah sebentar, lalu tanyakan pada
masing-masing diri kita apa sebenarnya alasan kita tetap bertahan melakukan
rutinitas selama ini? apa sebenarnya yang kita cari dalam hidup ini ? sehingga
kita masih saja merasakan ketidak puasan dalam setiap apa yang kita miliki. Jika
rasanya hanya buang-buang waktu saja untuk melakukan itu, tak apa. karena ini
hanya perlu dilakukan oleh insan lemah seperti Aku.
Tak merasa puas mungkin saja karena kita lupa untuk bersyukur. Aku
punya cerita yang mungkin sering kita temui namun kita abaikan.
Pagi itu ketika mengerjakan pekerjaan rumah, aku teringat pada
salah seorang anak didikku Kesya. Gadis manda, cantik, cerdas berusia 4 tahun
itu bercerita padaku kalau ia ditinggal jauh oleh Ibunya karena pekerjaan. Waktu
Ia bercerita pada sore hari sehabis belajar, Aku merespon biasa saja, tak sadar
sebenarnya melalui bocah kecil ini ada pesan penting yang Allah ingin aku
ingat. Karena kesya yang ku kenal selalu ceria, dan senyuman yang begitu ikhlas
dari bibirnya membuat aku lupa bahwa ada luka yang terbalut rapi jauh dilubuk
hati seorang anak yang merindukan seorang ibu.
Ia tumbuh dan berkembang tanpa ada kasih sayang Ibu yang akan
selalu merawatnya, mengantarkan ke sekolah, atau menyambutnya penuh senyuman ketika
Ia lelah pulang bermain bersama teman-temannya. Tak ada Ibu yang akan
menemaninya belajar, dan tak ada Ibu yang akan menemaninya tidur. Untungnya ada
ayah yang sabar mengikuti setiap perkembangannya. Kesya tetap ceria, namun
memang Ia anak yang selalu ingin dimanja dan diperhatikan ketika belajar
bersamaku.
Teringat akan kisah ini, sebagai anak aku tersentak betapa selama
ini aku tak mensyukuri apa yang ku miliki. Seusia kesya, Aku memilki ibu yang
selalu disisiku, merawat dan membesarkanku. Ada Ibu yang selalu menunda
tidurnya karena menungguku tidur duluan, ada Ibu yang begitu sabar
menenangkanku ketika tangisku mengalir dan merasa resah ketika Aku sakit. Namun
Aku masih saja mengeluh karena tak bisa seperti cerita teman-temanku yang
mendapat kasih sayang Ibu 24 jam penuh. Aku sedih ketika waktu ibuku juga harus
terbagi karena menjalani tugas Ibu sekaligus ayah. Ayahku jauh, walau dekat
dimata namun begitu jauh dari hati. Aku sungguh ingin mencintai Ayahku seperti
Aku mencintai Ibuku, namun Aku tak bisa..Ayah ma'afkan Aku.
Aku masih saja merasa tak beruntung, padahal Aku memiliki ibu yang
senantiasa tegar membesarkanku bahkan ketika Aku butuh sosok Ayah untuk
melindungiku. Ibu...Aku sangat merindukanmu. Kesya terima kasih atas pelajaran
yang amat berarti.
Lewat kesya, sebagai perempuan yang nanti akan menjadi Ibu. Aku
merasa iba pada anak-anak yang tak dapat kasih sayang sempurna seorang Ibu. Aku
bimbang, dunia kini meminta perempuan bersaing dengan laki-laki, peran ibu bisa
digantikan ayah begitupun sebaliknya, peran ayah bisa digantikan oleh ibu. Naluri
keibuan mau tak mau diketepikan, hidup butuh uang. untuk mendapatkan uang istri
pun harus bekerja karena suaminya penghasilan suaminya tak cukup. Anak
dititipkan sama orang tua, sudahlah waktu kita kecil orang tua kita yang
merawat kita, dan sekarang anak kitapun orang tua juga yang akan merawatnya. Atau
anak ditinggalkan bersama baby sister." ya mau bagaimana lagi, mama harus
kerja nak ", kalimat itulah yang sering diucapkan ibu karier, dan mungkin
aku pun akan berucap kalimat yang sama. Kalau sudah begini apa salah jika anak
ketika besar menjadi nakal ?, atau bahkan tak mau mendengarkan nasehat orang
tuanya, anak lebih terbuka pada siapa yang merawat dan membesarkannya. hmm..kesya..kesya..bocah
ini menyadarkanku pula betapa besarnya tanggung jawab menjadi seorang ibu.
Belum cukup sampai disitu, masih ada pelajaran penting yang bisa
dipetik dari celoteh singkat Kesya sore itu. Jika ku tak tahu bagaimana
kehidupan Kesya dikeluarga tentu bisa saja Aku merasa ilfil menanggapi sikapnya
yang manja. Kesya mengingatkan ku tugas guru tak hanya mengajar tapi juga
mendidik. Sebagai guru, aku juga harus mengenal dan tahu siapa murid-muridku. Berbagai
latar belakang, berbeda watak dan tingkah-laku, beragam keinginan, apalagi anak
didikku memang masih kecil-kecil. Ternyata masih banyak PR yang harus aku
selesaikan.
So, lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa yang
mengatakan.
Sawahan, 26 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar